Seputar Mengasuh Anak
Empat Langkah Agar Anak Anda Hobi Membaca
Mengajarkan anak-anak untuk membaca buku sama halnya dengan membukakan dunia untuk mereka. Mereka bisa mendapatkan banyak hal, pengalaman dan pengetahuan baru. Namun acara –acara televise dan perkembangan teknologi seperti video game, dan PC game bisa saja memalingkan minat baca anak-anak kita. Tetapi Anda tidak usah terlalu risau, ada beberapa cara mudah dan menyenangkan yang bisa diterapkan agar anak- anak kita senang membaca buku.
Bacakan Mereka Buku
Anak-anak suka membaca buku dengan suara keras. Berpelukan di sofa dengan sebuah buku bagus adalah cara yang indah untuk menghabiskan waktu dengan anak Anda. Suasana santai akan menciptakan rasa nyaman anak ketiak disamping Anda. Aktifitas membacakan buku yang dilakukan secara terus menerus akan berdampak positif buat anak-anak. Mereka akan ketagihan dibacakan buku.
Hamparkan Buku
Menghamparkan buku-buku di tempat dimana Anak-anak biasa bermain akan mendorong rasa ingin tahu mereka. Apalagi kalau buku-buku tersebut berisikan gambar-gambar yang menarik. Biasanya Anak-anak akan terpacu untuk segera ingin tahu isi buku, kemudian bertanya. Hamparkan buku di ruang tamu, ruang utama, bahkan kalau perlu di dapur.
Berkunjung ke Toko
Jadwalkan waktu Anda dan anak-anak untuk berkunjung ke toko buku. Ini akan semakin merangsang otak mereka untuk mencintai buku dan aktifitas membaca. Sambil berbelanja buku kita bisa membantu memilihkan dan mengarahkan buku yang cocok buat mereka.
Diajak ke perpustakaan
Sekali waktu Anda juga perlu mengajak Anak-anak ke perpustakaan. Aktifitas ini tentu sedikit membosankan buat anak-anak, tapi bisa diatasi dengan membiarkan mereka bereksplorasi di perpustakaan. Biarkan dia memilih buku yang disuka, namun tetap diarahkan agar tidak membuat gaduh suasana.
25 kesalahan yang sering dilakukan para orang tua dalam mendidik anak
PemalangOnline.com – Seusai pengajian ahad pagi kemarin Allah swt mempertemukan saya dengan sahabat lama yang berpuluh tahun belum lagi bersua. Alhamdulillah saya mendapatkan kenang-kenangan sebuah buku. Karena kebetulan saat itu memang beliau lagi jualan buku he2. Terima kasih Mas El Mahie ya, syukran jazakallahu khoiron. Sebuah buku berjudul “Raport Merah Ayah Bunda, 25 Kesalahan Orang tua dalam Mendidik Anak”, tulisan Abu Faiz Abdurrahman dan diterbitkan oleh Pustaka Ausath.
Buku setebal 115 halaman ini memang sebuah panduan praktis bagi para orang tua dalam hal mendidik anak-anak mereka seiring problema yang dihadapi para orang tua dengan anak-anaknya. Buku ini berusaha membedah kesalahan-kesalahan mendasar yang sering dilakukan para orang tua dalam mendidik anak-anak. Di sisi lain banyak orang tua yang tidak sadar melakukan hal-hal yang berdampak buruk bagi anak-anak mereka di masa depan.
Penulis lewat buku ini bermaksud mengajak para orang tua agar mau belajar memperbaiki diri, agar kelak anak-anak bisa berbangga dengan orang tuanya dan bisa mengatakan, “terima kasih ayah-bunda, aku mencintai kalian.” (sampul belakang).
Buku ini sebenarnya membeberkan 25 kesalahan yang sering dilakukan para orang tua dalam mendidik anak. Namun karena pertimbangan kepraktisan dan space halaman, saya hanya akan menyebutkan lima diantaranya :
1. Lalai Membekali Keimanan
Para orang tua terlena dengan dunia dan lupa memperhatikan pendidikan agama anak-anaknya. Anak-anak tidak diperkenalkan sejak dini terhadap Rabb-Nya, sifat-sifat Allah SWT, kekuasaan-Nya, para nabi dan rasul-Nya atau dalam hal ini adalah tauhid. Hal ini semestinya sangat mudah, sekiranya para orang tua mengerti dan mau melakukannya.
2. Memberi Label Negatif
Seringkali para orang tua mengeluarkan kata-kata atau kalimat yang sejatinya tidak semestinya itu dikeluarkan seperti : “dasar anak bodoh, lemot, anak nakal , dll”, namun karena kekesalan terhadap perilaku anak-anaknya tak ayal begitu ringan dan deras kalimat itu meluncur menghunjam ke dalam otak anak-anak. Inilah labeling yang sering diterapkan para orang tua terhadap anak-anaknya. Tentu saja ini labeling negatif, dan harus segera dihentikan.
Alangkah indahnya kalau para orang tua mau mengganti labeling negatif itu dengan labeling positif. Jika labeling yang terucap bernuansa positif, seperti “anak pandai”, “anak rajin”, “anak cantik”, dan seterusnya bukankah terdengar lebih indah dan menyisakan efek positif? ( hal : 18 ).
3. Belajar Pada Televisi
Tak jarang para orang tua membiarkan anak-anaknya bereksplorasi sendiri dari tayangan-tayangan televisi yang mereka saksikan meskipun sebenarnya tayangan tersebut konsumsi orang dewasa. Apa lacur, yang terjadi anak-anak meniru apa saja yang dilihatnya di televisi, berupa kata-kata atau aksi nyata yang sejatinya belum waktunya bagi mereka untuk melakukan semua itu. Mengapa TV begitu merusak bagi anak-anak? Permasalahannya adalah ketidakmampuan seorang anak kecil membedakan dunia yang ia lihat di TV dengan apa yang sebenarnya. Efek lain dari TV adalah anak menjadi pasif dan tidak kreatif.
4. Menakut-nakuti Anak
Tanpa sadar para orang tua dan anggota keluarga yang lain seringkali menakut-nakuti anak-anak dengan kalimat yang sebenarnya dimaksudkan untuk meredakan tangis seperti, “ Eh jangan nangis, nanti ada pak polisi ditembak lho…”. Padahal yang seperti itu tidak mendidik sama sekali. Karena pernyataan mengancam atau menakuti akan dipahami anak sebagai kebohongan orang tua seiring perjalanan tumbuh kembang anak. Maka lebih baik berkata jujur dan member pengertian semampunya kepada anak.
5. Terlalu Memanjakan
Perlakuan terlalu memanjakan anak, jika dibiarkan berlarut-larut akan membuat mereka tidak mandiri. Itu karena semua kebutuhan mereka selalu terpenuhi hanya dengan meminta atau merengek kepada orang tua ( hal : 90 ). Sebaiknya, para orang tua harus menyaring keinginan-keinginan anak-anak, dan hanya mengambil atau menuruti apa yang bermanfaat bagi anak-anak Anda.
Sebagai sebuah buku ber-genre parenting buku ini sangat layak dibaca para orang tua, agar bisa mengoreksi kembali kesalahan-kesalahan yang sudah dilakukan. Jangan sampai terlambat untuk melakukan perbaikan. Buku ini ringkas namun sarat makna. Semua persoalan dikupas dengan pendekatan praktis, melalui kasus-kasus nyata yang ada di sekitar kita, sehingga kita akan lebih mudah memahami dan menerapkannya. Tentu saja membatasi kesalahan-kesalahan para orang tua dalam mendidik anak-anak hanya sejumlah 25 bisa jadi terlalu sedikit atau terlalu banyak ? tergantung persepsi masing-masing. Kalau penasaran 20 kesalahan lainnya silahkan membaca bukunya !!.
Hal yang merangsang nafsu makan pada anak
Banyak orang yang memiliki anak mungkin mengalami kesulitan terkait nafsu makan anak mereka. Ya, banyak dari anak mereka yang tak mau makan.
Jika Anda termasuk salah satu dari orang tua yang mengalami masalah ini, Anda dapat mencoba beberapa hal yang dipercaya bisa meningkatkan nafsu makan anak.
Satu trik yang bisa dicoba adalah dengan menyajikan makanan yang secara visual terlihat menarik bagi anak. Coba untuk menyajikan makanan dengan keseimbangan nutrisi yang memiliki banyak variasi warna dan bentuk.
Anak-anak tentu saja lebih tertarik pada makanan yang memiliki banyak warna dibandingkan dengan tidak. Sebuah panjangan menarik dari makanan tentunya bisa meningkatkan nafsu makan anak.
Anak-anak dan orang dewasa tentu saja berbeda, mereka memiliki rasa yang berbeda dan tentu saja perbedaan selera akan keindahan. Hal yang secara visual menarik bagi anak-anak dan apa yang secara visual menarik bagi orang dewasa juga sangat berbeda.
“Sayangnya, banyak orang tua memberikan penyajian makanan yang sama seperti yang mereka suka, untuk anak mereka,” Ujar Brian Wansink, pimpinan penelitian dari Cornell university,New York AS seperti dikutip dari Daily Mail.
Wansink melakukan penelitian fokus pada apa yang membuat anak tertarik pada makanan, dan dari penilitiannya itu, ia mengungkapkan pentingnya penyajian makanan terkait nafsu makan anak. Cara tepat untuk menyajikan makanan adalah sangat penting karena hal itu dapat membuat makanan terlihat lebih lezat di mata anak-anak.
Penelitian Wansink melibatkan baik itu anak dan orang tua. Penelitian itu dilakukan dengan menunjukan 48 gambar makanan kepada 23 anak dan 46 orang tua.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa anak lebih memilih makanan yang memiliki variasi warna dan pilihan bentuknya. Hal ini tentu saja sangat berbeda dari orang tua mereka yang kebanyakan lebih memilih makanan yang biasa.
Hasil dari penelititan itu menunjukan bahwa anak cenderung memilih makanan dengan enam warna, sementara orang tua cenderung hanya memilih tiga warna. Disamping warna, penempatan dari makanan juga penting bagi anak-anak. Mereka cenderung memilih menu utama seperti daging yang ditempatkan di depan piring. Dan, lebih tertarik makan ketika menu makanan itu di rangkai dengan cara seperti itu.
Professor Wansink dan rekan-rekan penelitinya dari London Metropolitan University menyarankan orang tua untuk memberikan perhatian lebih pada sentuhan sederhana ini, mereka harus lebih peduli untuk mempersiapkan daging dalam sebuah bentuk seperti senyuman wajah datu bentuk hati.
“Dibandingkan dengan orang tua, anak-anak tak hanya memilih sebuah hidangan yang mengandung beragam warna, tetapi juga memilih menu utama di depan piring dengan desain yang figuratif,” ujarnya.
Sementara orang dewasa cenderung tertarik pada bentuk, ukuran, dan penampilan dari makanan yang disajikan.
“Jadi, kita tak seharusnya menyamakan pandangan orang dewasa dengan anak-anak, ujar rekan peneliti Kevin Kniffin.
Hasil peneltian ini dipublikasikan dalam jurnal the Acta Paediatrica. Penelitian ini diselesaikan utamanya guna mendukung program diversifikasi dari nutrisi anak.
Sumber : AntaraNews.com
Hati-hati Menghukum Anak Anda !
PemalangOnline.com – Perilaku anak kerap menjengkelkan para orang tua. Mereka cenderung mengandalkan insting mereka sendiri dalam melakukan tindakan. Akibatnya, tak jarang para orang tua tak mampu menahan amarah dan emosinya menghadapi tingkah anak. Yang terjadi kemudian orang tua mudah melontarkan bentakan, tamparan, bahkan pukulan.
Tahukah Anda, kalau tindakan ini memberikan efek psikologis yang luar biasa bagi anak dan akan berlanjut sampai mereka dewasa ?. Mulai sekarang jangan sekali-kali Anda membentak, bahkan memukul anak Anda ketika ia berbuat nakal. Tahan emosi Anda, walaupun terkadang nyaris tak kuat menahannya. Ingat dampak buruk yang akan terjadi buat masa depan anak-anak Anda.
Tindakan konyol seperti itu sepatutnya Anda hindarkan. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa, perlakuan keras cenderung kasar seperti menghardik, menampar, dan memukul ketika anak berbuat kesalahan, bisa menjadikan seorang anak depresi yang pada tahap berikutnya saat mereka beranjak dewasa bisa memacu aksi agresif. Penelitian yang dipusatkan di University of Manitoba dan Childrens Hospital of Eastern Ontario tersebut terbilang cukup lama, karena menghabiskan waktu 20 tahun. Penelitian tersebut melibatkan 500 keluarga, dimana terdapat sekelompok anak yang diduga sering memperoleh hukuman fisik, seperti ditampar, dibentak, bahkan dipukul oleh orang tua mereka. Penelitian tersebut kemudian menyimpulkan bahwa ada korelasi positif antara hukuman fisik dengan tingginya perilaku agresif dan pemberontak yang dirasakan anak terhadap orang tua, saudara dan teman-teman mereka, sebagaimana disampaikan salah seorang peneliti, Joan Durrant.
Dampak terbesar dari hukuman itu adalah, anak disinyalir sangat rentan depresi dan gangguan mental kejiwaan lainnya. Anak menjadi agresif dan kerap membantah orang-orang di sekeliling mereka. Parahnya, gangguan ini dapat berlanjut sampai mereka dewasa.
Para peneliti juga menyarankan agar orang tua semestinya memberikan sanksi yang tidak bersifat menyakiti fisik mereka, sehingga tidak ada dampak psikologis terhadap perilaku anak di masa depan yang memicu timbulnya depresi dan sikap agresif, sebagaimana dikutip dalam Dailymail.
Bocah Inggris Miliki IQ Nyaris Sepadan dengan Einstein
PemalangOnline.com Heidi Hankins, 4, warga Hampshire, Inggris, memiliki tingkat kecerdasan (IQ) sebesar 159. IQ Hankins satu angka di bawah Albert Einstein dan Stephen Hawking.
Ia diterima Mensa, sebuah perhimpunan yang hanya bisa dimasuki oleh kalangan yang memiliki IQ tinggi. Mensa adalah perkumpulan ‘orang-orang genius’ tertua di dunia.
Hankins mampu belajar sendiri untuk membaca dan mampu menghitung hingga 40 saat berusia dua tahun.
Kepala Eksekutif Mensa Inggris John Stevenage mengatakan orang tua Heidi secara benar mengidentifikasi bahwa dia memiliki potensi yang besar.
Berdasarkan Mensa, IQ rata-rata untuk orang dewasa adalah 100.
Pada tahun 2009, Oscar Wrigley, saat itu berusia dua tahun dari Reading di Berkshire menjadi anak termuda yang masuk dalam Mensa dengan IQ 160.
Stevenage mengungkapkan, “Kami memberikan sebuah lingkungan yang positif bagi anggota muda untuk berkembang.”
Menurut Mensa, tanda-tanda anak yang berbakat adalah termasuk ingatan yang tidak biasa, dapat membaca di usia dini, tidak memiliki toleransi dengan anak lain dan mengikuti perkembangan peristiwa dunia.
Seorang anak yang berbakat juga selalu bertanya sejumlah pertanyaan sepanjang waktu. ( Media Indonesia )
Sumber : disalin dari http://pemalangonline.com
Support blog ini dengan cara berbelanja online di di www.tokofaiz.com klik disini www.tokofaiz.com
Comments
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung