Cerita Motivasi Kuli Bangunan Jadi Juragan



Kesabaran, ketekunan, dan keberanian untuk mencoba berbisnis telah mengantarkannya menjadi pengusaha properti
sukses di Medan, Sumatra Utara. Kini pria berusia 36 tahun yang pernah menjadi kuli bangunan ini sedang
mempersiapkan proyek rusunami pertama di daerahnya.


Hendratno tetap santun dan sederhana, meski dia sekarang termasuk dalam deretan salah satu pengembang
perumahan kelas atas ternama di Sumatra Utara. Menurut Indra, demikian ia akrab dipanggil, setiap orang bisa
mencapai sukses besar asal memiliki kesabaran, ketekunan, dan keberanian untuk memulai sesuatu. Pria berdarah
Jawa tapi lahir dan besar di Sumatra ini merintis bisnisnya dari nol. Sang ayah, Ahmadian, hanyalah seorang petani
sederhana di Deli Serdang, daerah di pinggiran Kota Medan.

“Saya merintis semua ini dari nol, modalnya cuma Bismillah dan keyakinan bahwa apa saya mulai akan membuahkan
hasil,” tuturnya dalam sebuah perbincangan dengan Koran Jakarta di Jakarta, pekan ini.

Indra mengaku tak pernah berpikir untuk menekuni bisnis perumahan dan sukses menjadi pengusaha properti seperti
sekarang. Ketika masih di bangku SMP, ia hanya bercita-cita menjadi seorang pemain bola andal. Namun kegemaran
Indra pada olah raga tersebut, ternyata tidak membawa banyak perubahan bagi kehidupan keluarganya yang selalu
hidup penuh keprihatinan.

Hingga di awal tahun ‘90-an, selepas lulus SMEA, dia memilih hijrah ke Pekanbaru, Riau. Daerah kaya minyak yang
ketika itu sedang giat melakukan pembangunan.Tiga tahun berada di Pekanbaru, Indra pernah menjadi buruh angkut
dan kuli bangunan. Gajinya pas-pasan, namun ia bersyukur bisa sedikit membantu ekonomi keluarga. Hikmah lain,
pengalaman tentang seluk beluk konstruksi selama menjadi kuli bangunan dirasa berguna saat dirinya terjun ke bisnis
properti.

Ceritanya, pada 1995, ia kembali ke Medan. Dari sinilah naluri kewirausahaannya berawal. “Kebetulan ketika itu saya
punya modal sedikit dan berpikir bagaimana uang tersebut bisa tetap berputar,” kenang sulung dari empat bersaudara
tersebut.

Indra pun banting stir dari seorang kuli menjadi pedagang pengecer rempeyek kacang. Keluar-masuk kampung untuk
menjajakan rempeyek pun ia lakoni dengan penuh keuletan. Bila melewati jalanan yang ramai, sesekali ia mendirikan
lapak dadakan di pinggir jalan. Dua tahun kemudian, Hendratno memberanikan diri membuka pabrik rempeyek kacang
sendiri.

Usaha ini maju pesat. Permintaan terus berdatangan, sehingga ia terpaksa merekrut banyak karyawan yang belakangan
mencapai 20 orang. Pasar rempeyek buatan pabrik Indra pun terus meluas, tidak hanya di Sumatra Utara namun hingga
wilayah Aceh. Tapi Tuhan berkehendak lain. Di tengah derasnya permintaan, krisis ekonomi pun melanda di penghujung
1997. Pabrik rempeyek Hendratno goyang hingga akhirnya gulung tikar.

Tak menyerah pada nasib, Hendratno kembali merintis bisnis dengan membuka rental komputer dan fotokopi di sekitar
kampus Universitas Sumatra Utara (USU) tahun 2000. Di saat yang sama, dia juga memutuskan menikahi Tuti Chairani
yang kemudian memberinya seorang putri, Dea Indah Nabila. Bisnis ini tak berlangsung lama. Ia justru melirik bisnis lain
yang menjanjikan keuntungan lebih cepat dan menggiurkan, yakni usaha tanah kavlingan.

Bisnis tanah kavlingan membawa keberuntungan bagi perjalanan karier penggemar olah raga sepak bola dan golf ini.
Ketika itu, setiap bulan ia mampu melego sekitar 10 hektare tanah kavlingan. Dua tahun menjadi pengelola tanah
kavlingan, pundi-pundinya pun bertambah. Di usia baru 31 tahun, pada 2004, Indra mulai membangun perumahan.
Proyek pertamanya ialah Perumahan Nabila Sunggal. Menurutnya, itu merupakan proyek belajarnya di bisnis properti.

Proyek tersebut dijalaninya secara tradisional. Modalnya pas-pasan, tanpa dukungan pinjaman bank. Ketika itu, ia
mengaku tidak memiliki akses ke perbankan. Bahkan, pembebasan lahan perumahan, ia lakukan secara mencicil
kepada pemilik tanah. Berbagai kendala bermunculan dari mulai kenaikan bahan bangunan hingga pengurusan sertifikat
tanah yang terhambat sampai dua tahun.

Ujian berat memasarkan perumahan itu memacu adrenalin bisnisnya untuk mengembangkan proyek yang lebih besar.
Awal 2008, Indra meningkatkan status perusahaannya dari CV menjadi perseroan terbatas (PT) bernama PT Artha Inti
Graha. Ini dilakukan seiring dengan rencana besarnya untuk mengembangkan megaproyek kotabaru Bougenvile City
atau Bougenvile Indah Residence seluas 100 hektare di Sunggal. “Ini adalah proyek kotamandiri pertama di Medan.
Mimpi saya, lima tahun mendatang BougenvileCity bisa menjadi ikon baru di sana,” tandasnya.

Selain Bougenvile City, kini beberapa proyek residensial bertema town house dia pasarkan antara lain perumahan Green
Tasbeh, Al Balam, dan Grand Arafah. Saat ini, Indra bahkan tengah mempersiapkan proyek rusunami pertama di Kota
Medan. Beberapa lokasi sudah dilirik antara lain kawasan Sukaramai, Setiabudi, dan Krakatau.
Sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia, kata dia, Medanseharusnya sudah mengarah kepada hunian vertikal. Saat
ini, keberadaan Bandara Polonia memang masih mengganggu pengembangan gedung tinggi, namun dua tahun ke
depan dengan rampungnya pembangunan bandara pengganti di Kuala Namu, bisnis properti di Medan akan mengarah
ke hunian vertikal, termasuk rusunami.

Potensi bisnis properti di Medan, tambah Indra, masih terbuka lebar. Pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara juga relatif
lebih bagus dan stabil dibandingkan daerah lain di Indonesia, karena ditopang daerah-daerah mapan dari sisi sumber
daya alam seperti Aceh, Sumatra Barat, Riau, dan Jambi.

Besarnya potensi properti, kata Indra, terlihat pula dari banyaknya pengembang Ibu Kota yang melirik dan berinvestasi di
Kota Medan. Sebut saja Grup Ciputra, Grup Kompak, Grup Lippo, dan sebagainya.

Rekrut Sarjana
Untuk menghadapi persaingan yang ketat, sejak awal mengibarkan bendera PT Artha Inti Graha, ia yang hanya tamatan
SMEA ini merekrut tenaga ahli maupun profesional, baik sarjana teknik sipil dan arsitektur. Itu semua dilakukan agar
proyek properti yang dikembangkannya memiliki nilai lebih dibanding proyek lain.

Meski senang membangun daerahnya sendiri, Hendratno masih menyimpan keinginan untuk melebarkan sayap bisnisnya hingga Jabodetabek, bahkan Kalimantan. Ia sedang memperkuat modalnya sebelum melangkah lebih jauh.
Beberapa tawaran dari mitra bisnis sudah diterima, antara lain untuk mengembangkan proyek rumah sederhana sehat(RSh) di Bekasi. Namun, di tengah krisis ia memilih sangat berhati-hati.

Indra mengaku memiliki banyak mimpi, namun obsesi terbesarnya adalah menjadikan dirinya lebih berguna bagi orang banyak. Saat ini, jumlah karyawannya terus bertambah. Itu menjadi motivasi bagi dirinya untuk memikirkan cara
membesarkan perusahaan dan menyejahterakan karyawan terlebih para kuli bangunan.
Berbelanja online Perlengkapan Atribut Palang Merah Remaha kunjungi website kami di www.tokofaiz.com klik disini www.tokofaiz.com



Baca Juga

Comments